Sambil mendengarkan atau setelah setiap doa, dia berkata, "Labbaik Allahumma labbaik, Labbaika la syarika laka Labbaik." Innal hamda, wanni'mata laka wal mulk, La syarika lak." Hatinya semakin bergetar tak kuasa menahan tangis kerinduan hanya untukmu. Seluruh kerajaan untukmu, tidak ada sekutu untukmu. Tak terkendali, aku melepaskan semua kesibukanku dan bergegas kepada Tuhan, tetapi jika aku tidak bisa berjalan, berjalanlah. Jika Anda tidak bisa, merangkaklah. Jangan hanya diam. Jika Anda tidak mendekat, jarak tidak akan menyusut.
Sungguh hadiah yang luar biasa bagi para tamu pilihan Tuhan! Namun, meskipun Allah secara formal telah mengundang kita melalui firman Qs (Ali Imran; 96-97), kita tidak serta merta diberi kemampuan dan kesempatan untuk memenuhi undangan Allah. Inilah kerinduan setiap jiwa muslim dan sangat luar biasa bisa melakukan perjalanan suci ke Baitullah dan singgah di kota Nabi. Apakah anda selalu ragu untuk pergi ke Baitullah? Mengapa anda merasa tidak bisa pergi? ke Baitullah? Dan mengapa hati kita selalu terbelenggu dengan dunia dan kekafiran? Mau tak mau, kita membutuhkan keyakinan yang harus kita miliki sebagaimana hadits-hadits yang diucapkan dalam HR. Al-Fakihani Akbar Mekkah, jika jamaah haji dan umroh adalah tamu Allah. Allah SWT akan memberikan apa yang mereka minta. Memenuhi doa-doa yang mereka panjatkan. Kami akan mengembalikan biaya yang dikeluarkan.
Menanyakan Tingkatan Kepercayaan Masyarakat Ibnu Taimiya membagi konsep kepercayaan menjadi tiga tingkatan. berita, (berita). (2) Ainun yakin akan apa itu iman. (3). “Hucklejakin adalah keyakinan yang datang dari pengalaman, perasaan, dan hidup untuk diri sendiri. Ibnu Taimiyah memberikan contoh setiap tingkatan dan tingkatannya, mengambil contoh madu. Tingkat 1 (Kepercayaan Irumu) Seseorang mendengar bahwa ada madu di suatu tempat. Ia percaya karena orang yang mengatakannya adalah orang yang lurus (Siddik). Banyak madu sebenarnya ditemukan di tempat yang disebutkan, jadi dia percaya.
Kemudian, dia melihat dan mempersasikan sendiri madu itu dengan mata kepalanya. Dia melihat warna yang kemerah-merahan seperti air gula, kental dan lain-lain. Pada saat itu, keyakinannya meningkat kepada ‘ainul-yakin. Akhirnya, dia mencoba mencicipi madu itu, terasa manis dan segar, rasa dan lezatnya memang benar-benar madu. Di sini kepercayaannya meningkat mencapai derajat haqqul-yakin, keyakinan yang pasti. (‘’Majmu-‘aitul Rasa-ilil Kubra’’,oleh Ibnu Taimiyah, jilid II, hal. 159).
Sebuah jaminan untuk ibadah haji atau umrah, Allah sudah menyebarluaskan panggilan atau undangan ini kepada seluruh umat manusia. Undangan ini sudah dibuat oleh Allah dan disebarluaskan untuk hambaNya sejak ribuan tahun lalu oleh Nabi Ibrahim AS dan dilanjutkan oleh Rasulullah SAW, undangan ini akan tetap ada sampai akhir zaman.
Yakinlah bahwa Allah itu tidak memanggil orang yang mampu, tetapi Allah memampukan orang yang terpanggil’, selalu mantapkan hati dan yakinkan diri jika tak ada yang tak mungkin jika Allah sudah berkehendak. Untuk bisa menjadi yang “terpanggil” niat saja tidak cukup, haruslah jika niat dan keinginan yang kuat itu dimanifestasikan dalam ibadah dan ikhtiar kita secara istiqomah. Salah satu ciri orang yang layak menjadi tamu Allah adalah orang yang memang dalam keseharianya adalah orang yang taat kepada Allah.. Man Jadda Wa Jadda.